Selamat ya atas kenaikan jabatannya?
Ucapan itu berulang kali datang, aku merayakannya kecil kecilan bersama rekan kerja di kafe langganan.
Namun, ibu menelepon malam itu, selain memberikan ucapan selamat juga bertanya: apa belum ada seseorang yang cocok?
Ya, usiaku telah memasuki 35 tahun, kenaikan jabatan ini membuat gajiku juga naik meski dengan tanggung jawab kerja yang lebih besar juga.
Namun, aku belum menikah. Rasanya, kenaikan jabatan ini terasa hambar karena tak dibarengi dengan seorang pasangan.
Beberapa teman juga tak jarang mengenalkanku dengan perempuan single yang sepertinya cocok denganku.
Aku mengela nafas panjang, di balik tembok kaca kulihat seorang anak muda berjalan, berjaket hitam dengan celana cino seperempatnya.
Dia manis sekali. Pandanganku tak bisa beralih, dan selalu mengira jika anak seperti itu adalah uke atau botita yang menggemaskan.
-00-
Sebenarnya karirku lumayan bagus, setelah lulus kuliah aku bekerja sebagai staf selama 3 tahun.
Bekerja dengan gaji sebatas UMR yang harus super ngirit untuk kehidupan di Jakarta.
Lalu jabatanku naik menjadi kepala sub bagian, gaji sedikit naik dan mulai bisa menabung.
Sekarang aku menjadi kepala bagian, sebenarnya sudah cukup jika ingin kredit rumah, tentunya di area yang sedikit jauh dari lokasi.
Sejak menjadi kasubag aku sudah mencicil mobil dan lunas dalam 5 tahun.
Karirku cukup cepat karena aku sempat dua kali pindah unit pada jabatan yang sama.
Posisi Kepala bagian di perusahaan hanya setingkat di bawah direktur.
Sepertinya itu jabatan tertinggi yang bisa kuraih karena jabatan direktur pasti akan diisi oleh anak atau menantu keluarga pemilik perusahaan.
Namun menjadi kabag di usia 35 tahun sudah aku syukuri.
Yang menjadi perenunganku sekarang adalah, meskipun pencapaian karir profesionalku lumayan mulus, namun ibu seperti belum lega.
Ia selalu menanyakan tentang pasangan, dan aku hingga sekarang belum bisa memenuhinya.
-00-
"Emang kayak apa sih kriteriamu?" tanya Rena, teman kerjaku.
Sebenarnya tak ada kriteria khusus, namun banyak orang tak tahu tentanh diriku.
Karena posisiku sekarang adalah kepala bagian, banyak dari mereka memanggilku pak bos.
Di antara staf dibawahku, sebagian besar sudah menikah, kecuali yang baru lulus kuliah dan skillfull.
Salah satu yang kuperhatikan adalah Ale, melihatnya seperti bercermin pada diriku saat baru masuk ke perusahaan ini.
Ale anak yang ramah dan periang, ia rajin dan disiplin. Dandanannya selalu menarik perhatian.
Baru kutahu Ale ternyata jomblo, dan dia sering diledek temannya karena dandannya yang menarik namun gak ada yang diajak kencan.
Hal yang sama juga pernah kualami, terutama saat masih indekos, teman kosku banyak yang membercandai aku yang perawatan tubuh, namun tidak untuk dipersembahkan ke orang terkasih.
Namun waktu berlalu begitu cepat. Aku sekarang sudah berumur 35 tahun, dan Ale baru berusia 23 tahun.
-00-
"Ale sore ini ada waktu luang, saya ajak ngopi sebentar," ucapku pada Ale.
Kami bekerja hanya sampai jam 4 sore, dan Ale bersedia kuajak ngopi berdua.
Ale berangkat kerja dengan transportasi umum, sehingga hari itu dia bisa ikut mobilku untuk menuju sebuah kedai kopi.
Ale terlihat canggung, meskipun berusaha menanggapi sesantai mungkin.
Memang posisi kami di perusahaan cukup jauh. Aku sebagai Kabag, Ale sebagai staf sub bagian.
Di atas Ale masih ada satu atasan lagi, yaitu Kasubag dan di atasnya lagi baru aku.
Mungkin Ale sedikit canggung karena diajak ngopi langsung seorang kabag.
Tentu aku menjelaskan jika masih jomblo dan tak banyak dilakukan setelah pulang kerja, karena belum berkeluarga.
Staf dan teman kantor lain sebagian sudah berkeluarga, sehingga aku juga tak enak mengganggu waktu mereka bersama keluarga.
Sebenarnya staf perusahaan juga tak hanya Ale. Ada Boby, Windy, Ira dan lainnya yang aku tak hafal namanya.
Ale mungkin heran kenapa dirinya yang diajak, sementara yang lain tidak?
Ale pemuda yang tampan, humoris dan asyik diajak ngobrol, itu saja pertimbangannya.
Aku pun juga mengantarkannya pulang ke kosannya.
Tak lama kami berbincang, hanya satu jam lebih sedikit, justru di dalam mobil lah yang lama karena berada dalam kemacetan.
-00-
Semakin tinggi jabatan, ternyata semakin sedikit teman berbincang yang asyik.
Rata-rata mulai segan. Temanku, si Bima yang gokil dan sering begurau urusan sensitif, juga mulai berbeda sikap saat tahu aku naik jabatan.
Dulu dia sangat fullgar begurau, misalnya saat usia kami melewati 25 tahun dan dia sudah menikah.
Dia kerap bertanya padaku: eh, bro lu gak nikah-nikah terus kalau lagi pengen gimana? Masak coli melulu?
Candaan itu kerap terjadi dalam circle kecil kami, dan diam-diam aku merindukan suasana keakraban tersebut.
Sekarang circle kami jarang bertemu karena kesibukan masing-masing, plus kesibukan keluarga.
Waktu berkumpul semakin jarang, kalaupun bisa kadang setahun sekali pas momentum hari raya, itupun tak seperti dulu karena mereka sudah memiliki anak dan fokus mereka terpecah pecah.
Times was flied.
-00-
Usia memang tak bisa bohong.
Di depan cermin aku melihat diriku yang mulai membuncit, begitupun dengan pipiku yang agak menggembung.
Terlalu sering duduk di ruangan ternyata menyumbang berat badan dan bentuk tubuh.
Oh, mungkin juga faktor umur.
Akupun kembali mulai fitness sepulang kerja. Tak disangka bertemu Ale di tempat tersebut.
"Kamu sudah lama fitness disini?" tanyaku.
"Ya baru sekitaran 3 bulan ini pak," jawabnya.
"Dulu saya sering disini, tapi lama break," balasku.
Ale mengenakan kaos low cut dan celana pendek ketat. Memperlihatkan bagian tubuh atletisnya, terutama area lengan.
Sesuatu yang sama sekali tak terlihat dari balik kemeja navy atau putih dan celana kain sebagai uniform di perusahaan.
Ale punya sisi lain yang menarik, dia semakin membuatku bercermin pada diri sendiri.
"Ale, benarkah kamu masih jomblo, tak ada pacar?"
Dia mengangguk agak malu.
"Lagi malas pacaran pak," jawabnya.
"Padahal pasti banyak cewek yang naksir kamu kan?"
Ale tersenyum simpul.
-00-
Sepulang fitness, aku melihat lagi diriku di cermin.
Seiring waktu manusia akan berubah, lelaki yang mudanya tampan ternyata bisa berubah secepat ini.
Aku melihat Ale yang masih berusia 23 tahun begitu menarik sebagai lelaki, perutnya masih rata dan kulit-kulitnya masih segar.
Sementara aku, sudah mulai banyak perubahan. Aku tak setampan dulu lagi, apalagi dengan bentuk badan yang semakin tak karu-karuan.
Apa masih ada yang tertarik denganku?
"Perempuan itu sebenarnya tak begitu melihat fisik, apalagi bagi yang sudah dewasa," kata Ibu.
Menurut Ibu, karirku sudah menjadi jaminan tersendiri meski fisikku tak semenarik dulu.
Aku membayangkan pasangan muda yang tubuhnya masih segar menggairahkan dan mereka bisa melampiaskan hasrat mereka di hari-hari pertama pernikahan.
Namun, bukankah menikah bukan hanya soal ranjang?
S E L E S A I
0 Komentar