Kntl Berurat (4) - Cerbung Pelangi





Kenapa aku suka kak Tuval? Apa karena dia manis? Kulit bersih, badan slim dan smart.


Mungkin ada benarnya, aku tak menampik itu. Aku merasa senyum kak Tuval emang manis, aku gak bosen lihatnya. Meskipun dia lebih tua dariku.


Perasaan dengan kak Tuval berjalan seiring waktu, terutama sejak aku mulai kuliah di kampusnya, dan main di kosnya.


Tepatnya pada suatu malam, aku main di kos kak Tuval. Dia mengenakan celana pendek dan kaos oblong hitam.


Aku duduk di sampingnya, dan kontolku ngaceng. Entah kenapa ini bisa terjadi, padahal sebelumnya tak pernah aku ngaceng apalagi dekat sama cowok.


Di sisi lain, aku bisa bermanja-manja dengan kak Tuval, hal yang mungkin sulit aku lakukan bahkan ke kakak kandungku sendiri.


Entah bagaimana menjelaskan kondisi ini, intinya aku nyaman dekat kak Tuval, aku tak sekedar menyukai kak Tuval, tapi aku juga bisa sange di dekatnya.


  - 00-



"Fal, bangun."


Kak Tuval menyibak selimutku, dan sinar mentari sudah berpendar maksimal dari balik jendela kaca apartemen kak Tuval.


Harum bau roti panggang tercium kuat. Kak Tuval telah menyajikannya di meja bersama segelas susu putih.


"Biasa bangun kesiangan ya?" tanyanya.


Aku lihat sudah hampir jam 09.00. Semalam sepertinya aku terpejam hampir jam 3 pagi.


"Capek aja semalam kak," jawabku sambil berjalan menuju kamar mandi.


Kak Tuval mengamati sekujur badanku yang hanya mengenakan boxer garis-garis.


"Badanmu makin berotot aja ya," pujinya.


Aku tersenyum. Perutku memang muncul garis lekukan, dan lenganku biasa kulatih dengan dumble.


  - 00-


Aku duduk di sebelah kak Tuval yang fokus menatap layar ponselnya.


"Itu ada kaos kalau mau pake, moga aja muat," ucapnya.


"Ga usah, gini aja," jawabku.


Kak Tuval beralih menatapku, lalu tersenyum kecil.


"Di bawah ada penjual Soto yang enak banget, mau nyoba?" tawarnya.


"Boleh."


Kak Tuval berdiri dari duduknya dan meraih kunci di meja.


"Yuk."


"Bentar, aku pake baju dulu."


"Katanya gitu aja?"


  - 00-



Pagi itu kami sarapan di pinggir jalan, soto keliling yang jadi langganan kak Tuval.


Kami duduk di kursi besi bawah pohon, samping trotoar. Ternyata kak Tuval masih suka makan seperti ini, tak berubah.


"Ternyata kakak masih suka makan di pinggir jalan kayak gini."


"Iya, lebih hemat."


"Sejak dulu kakak juga lebih milih nyari makan di warung tenda ato gerobak keliling kayak gini."


Kak Tuval hanya tersenyum.


Aku senang bisa kembali menikmati moment ini, rasanya sudah lama sejak kak Tuval pindah, dan kami dipertemukan kembali.


  - 00-


Kami balik ke apartemen setelah jalan-jalan sejenak di Taman, membakar kalori.


"Oya kak, aku mau tanya."


"Tanya apa?"


"Hmm... gimana ya."


"Tanya aja."


"Kenapa kakak ngajak aku ngewek semalem?"


"Dan kenapa kamu mau?"


Aku terdiam. Kami pun saling berpandangan.


"Tentu... karena ... karena aku suka sama kakak sejak dulu, maksudku kenapa kakak ..."


"Jangan salah sangka," potongnya. "Bukan berarti aku juga suka sama kamu," lanjutnya.


Aku menghela nafas. Terdengar menyakitkan.


"Tapi kenapa kakak mau?"


Kak Tuval terdiam sejenak. Dia berjalan menatap jendela.


"Fal, kamu pernah ngaca gak? Coba ngaca sambil telanjang."


"Hah?"


Kak Tuval membalikkan badan, menatap ke arahku.


"Kamu punya apa yang diinginkan orang, badan bagus, wajah lumayan, kontol keras dan jago genjot, apalagi?"


"Jadi?"


"Ya. Harus diakui."


Bukan senang, entah kenapa aku merasa sedih mendengar ini.


"Kamu sendiri, kenapa bisa suka sama cowok yang lebih tua kayak aku?"


Aku menatap kak Tuval.


"Gak tau, kakak emang cakep, tapi sepertinya bukan soal itu."


"Lalu?"


"Entahlah, saat kakak lulus dan pindah, andai kakak tau hari-hariku sangat sepi, sekedar nyari teman aplikasi tapi aku tetep kesepian," jawabku menunduk.


Tiba-tiba air mataku menetes.


Kak Tuval menepuk pundakku, mencoba menenangkan.


"Boleh peluk?" pintaku.


Kami pun berpelukan, siang itu, aku sangat bahagia bisa memeluk kak Tuval, dan berharap ini akan sering terjadi.



Posting Komentar

0 Komentar