Di Balik Langit Senja | Cerita Pelangi
Sieger memacu sepedanya dengan kecepatan sedang di sepanjang jalur pedesaan.
Angin sore mengibarkan rambutnya, membawa aroma rumput basah dan suara gemericik sungai di kejauhan.
Di sampingnya, Marc melaju dengan senyuman lebar, matanya penuh semangat khas remaja.
Mereka berdua baru saja selesai latihan untuk kejuaraan estafet dan memutuskan mengambil jalur pulang yang lebih panjang—sebuah alasan yang tak perlu mereka jelaskan.
"Sieger," panggil Marc tiba-tiba, memecah keheningan yang hanya ditemani suara roda sepeda melintasi kerikil.
"Hm?" Sieger melirik dengan santai.
"Ayo kita ke sungai," ujar Marc sambil menunjuk ke arah jalan setapak kecil yang mengarah ke tepi air.
Sieger ragu sejenak, tetapi akhirnya mengikuti Marc yang sudah memutar sepeda menuju jalur itu.
Sungai itu tenang, dengan pantulan matahari senja yang menciptakan warna oranye keemasan di permukaan air.
Marc dengan lincah melepas sepatunya, lalu melangkah ke dalam sungai yang dangkal.
Sieger berdiri di tepi, memperhatikan temannya yang tampak begitu bebas, seolah dunia hanyalah milik mereka berdua.
"Kenapa kau hanya berdiri di situ? Takut basah?" ledek Marc sambil memercikkan air ke arah Sieger.
Sieger tersenyum tipis, lalu melepaskan sepatunya juga. Dalam beberapa langkah, ia sudah berada di samping Marc, merasakan dinginnya air di kulitnya.
Mereka saling melempar percikan air, tertawa lepas seperti dua anak kecil yang lupa waktu.
Namun, tawa itu mereda ketika Marc berhenti, menatap Sieger dengan serius.
"Kau tahu, Sieger," Marc memulai, suaranya lebih pelan, "Aku senang bisa mengenalmu."
Kata-kata itu menggantung di udara. Sieger tak tahu harus berkata apa, tetapi hatinya terasa hangat.
Ia merasakan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang sulit dijelaskan.
"Ya," jawab Sieger akhirnya, suaranya nyaris berbisik. "Aku juga."
Hening. Hanya suara aliran sungai dan desiran angin yang terdengar.
Marc tersenyum kecil, lalu mendekat. Sieger menatap matanya, bingung namun tertarik.
Saat Marc perlahan menyentuh tangannya, Sieger tak menarik diri.
Ada sesuatu yang benar dalam momen itu—seperti potongan teka-teki yang akhirnya cocok pada tempatnya.
Mereka berciuman mesra, badan mereka mengeras, kontol mereka juga ngaceng karena adegan tersebut.
Ciuman itu singkat, malu-malu, namun penuh makna.
Sieger merasa jantungnya berdebar kencang, sementara pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan yang tak bisa ia jawab.
Namun, untuk saat itu, ia membiarkan perasaan itu mengalir seperti sungai di bawah kakinya.
Ketika mereka kembali menaiki sepeda, langit sudah berubah warna menjadi merah muda keunguan.
Perjalanan pulang terasa berbeda; ada sesuatu yang menggantung di antara mereka, sesuatu yang tak mereka ucapkan, tetapi mereka tahu ada di sana.
Di rumah, Sieger duduk di tepi tempat tidurnya, memikirkan apa yang baru saja terjadi.
Perasaan takut, bahagia, dan bingung bercampur menjadi satu.
Ia tahu dunia di luar sana mungkin tak akan mengerti, tetapi di dalam hatinya, ia merasakan keberanian kecil untuk menerima apa yang ia rasakan.
Malam itu, Sieger tertidur dengan senyuman tipis di wajahnya, membayangkan hari esok.
Ia belum tahu apa yang akan terjadi, tetapi satu hal yang pasti—Marc telah mengubah hidupnya, dan itu takkan ia lupakan.
Posting Komentar untuk "Di Balik Langit Senja | Cerita Pelangi"