Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Semvakmu Tertinggal di Kosku (bagian 3)



Bagian 3



Hari-hari setelah latihan karate itu, Zayan dan Arhan jadi lebih sering berinteraksi. 


Awalnya, obrolan mereka sebatas soal kelas atau kegiatan kampus, tapi lama-kelamaan mereka mulai berbagi cerita yang lebih personal. 


Arhan merasa senang setiap kali Zayan terlihat nyaman berada di dekatnya.


Pada suatu sore, Arhan tiba-tiba mengajak Zayan nongkrong di sebuah kafe kecil dekat kampus. Kafe itu sederhana, dengan hiasan dinding berupa foto-foto hitam putih dan lampu kuning temaram. 


Arhan bilang ini tempat favoritnya kalau sedang ingin mencari ketenangan.


"Makasih ya, Yan. Udah nyempetin waktu buat nongkrong sama gue," kata Arhan sambil menyeruput kopinya.


Zayan tersenyum kecil. "Santai aja, Han. Lagi nggak ada tugas juga, jadi ya kenapa nggak?"


Arhan mengangguk. "Gue udah lama pengen ngajak lo ke sini, tapi baru sekarang kesampaian."


"Kenapa harus gue?" Zayan menatapnya penasaran.


"Karena gue ngerasa lo tipe orang yang bakal suka tempat kayak gini," jawab Arhan sambil mengangkat bahu.


Zayan tertawa pelan. "Lo sok tau aja, Han. Tapi iya sih, tempatnya asik. Nyaman buat ngobrol."


Obrolan mereka mengalir begitu saja, mulai dari cerita masa kecil, keluarga, hingga impian mereka di masa depan. 


Zayan baru tahu kalau Arhan sebenarnya punya cita-cita untuk membuka dojo karate sendiri suatu hari nanti.


"Kayaknya seru ya, punya dojo sendiri. Lo bisa ngajarin anak-anak atau orang lain sesuatu yang lo suka," kata Zayan.


"Iya, Yan. Gue pengen ngajarin lebih dari sekedar teknik karate. Gue pengen ngajarin tentang disiplin, rasa hormat, dan bagaimana berdamai sama diri sendiri," jawab Arhan, matanya bersinar penuh semangat.


Zayan mengangguk, kagum dengan cara Arhan memandang hidup. "Gue nggak nyangka lo bisa sebijak itu, Han. Biasanya lo bercanda mulu."


Arhan tertawa kecil. "Ya, tiap orang punya sisi yang beda, Yan. Lo aja belum kenal gue sepenuhnya."


Hari itu, mereka pulang dengan suasana hati yang ringan. Bagi Arhan, setiap momen bersama Zayan adalah langkah kecil untuk mengenalnya lebih dalam. 


Sementara Zayan, dia mulai melihat Arhan sebagai teman yang tak hanya seru diajak ngobrol, tapi juga punya pandangan hidup yang menarik.


Beberapa hari kemudian, Arhan datang ke kos Zayan lagi, kali ini membawa sekotak makanan ringan.


"Yan, gue bawain kue. Tadi gue lewat toko ini, gue inget lo suka makanan manis," kata Arhan sambil menyerahkan kotak itu.


Zayan terkekeh. "Wah, lo perhatian banget ya sekarang. Makasih, Han."


Arhan hanya mengangkat bahu. "Santai aja. Gue cuma inget apa yang lo bilang waktu kita ngobrol di kafe."


Zayan menatap kotak itu sejenak sebelum tersenyum. "Lo ini makin lama makin susah ditebak, Han. Tapi gue appreciate, kok."


Arhan hanya tersenyum kecil, puas melihat Zayan senang. Dia tahu hubungan mereka masih sebatas teman, tapi bagi Arhan, tak perlu ada label khusus untuk membuatnya merasa berarti. 


Yang penting, dia bisa terus ada di sisi Zayan, entah sebagai apa.


Dan bagi Zayan, Arhan adalah teman yang kehadirannya mulai ia anggap penting, tanpa ia sadari. 


Hubungan mereka terus berjalan dengan cara yang sederhana, tanpa perlu banyak definisi, tapi penuh arti.



Posting Komentar untuk "Semvakmu Tertinggal di Kosku (bagian 3)"