Semvakmu Tertinggal di Kosku
Hujan deras mengguyur kota sejak sore. Langit kelabu dan gemuruh petir membuat suasana semakin mencekam.
Zayan dan Arhan baru saja keluar dari gedung perusahaan tempat mereka melakukan wawancara untuk tugas mata kuliah ekonomi.
Mereka satu tim, dan hari itu adalah giliran mereka untuk mengumpulkan data langsung dari lapangan. Sayangnya, rencana pulang berjalan lancar hanya di atas kertas.
“Hujannya deras banget, gimana nih?” Zayan bertanya sambil melirik langit yang seperti tak akan berhenti menangis.
Di tangannya ada helm, basah oleh tetesan air yang merembes.
Arhan, dengan tubuh tinggi 172 cm dan berat badan sekitar 60 kg, berdiri di sampingnya sambil memeriksa aplikasi cuaca di ponselnya.
Otot-otot lengannya sedikit terlihat dari kaos tipis yang mulai basah. Sebagai atlet karate yang rutin latihan, postur tubuh Arhan memang tegap dan proporsional. Namun, raut wajahnya saat itu mencerminkan keraguan.
“Sepertinya bakal lama. Kita terobos aja?” jawab Arhan, meski ia sendiri tak yakin.
Zayan menghela napas, lalu menepuk pundak Arhan. “Ya udah, kalau begitu kita pelan-pelan aja.”
Mereka akhirnya nekat menerobos hujan dengan motor Arhan. Basah kuyup adalah konsekuensi yang tak terhindarkan.
Angin dingin menusuk kulit, dan sesekali, genangan air memercik lebih tinggi dari roda motor.
Ketika akhirnya mereka tiba di kos Zayan, tubuh mereka benar-benar basah. Air mengalir dari ujung rambut hingga ujung sepatu.
“Han, masuk dulu aja ke kos gue. Bahaya motoran ke rumah lo sejauh itu, hujan angin gini,” Zayan menawarkan tanpa ragu.
Dia tahu rumah Arhan masih sekitar 8 kilometer dari situ.
Arhan menoleh, tampak sedikit enggan. “Nggak apa-apa, Zan. Nggak enak gue basah-basah gini numpang di kosan lo.”
“Udah nggak apa-apa. Gue juga nggak keberatan. Lagi pula badan kita hampir sama, lo bisa gue pinjemin kaos,” Zayan menambahkan sambil membuka pintu kamar kosnya.
Akhirnya, Arhan setuju. Dia masuk ke kamar kos Zayan yang sederhana namun rapi.
Sebuah meja kecil di sudut ruangan dipenuhi buku dan laptop, sementara kasur lantai terlipat di pojok lainnya. Zayan langsung mengambil handuk dan kaos dari lemari.
“Nih, pakai aja dulu. Gue juga mau ganti baju, dingin banget,” Zayan berkata sambil menyodorkan kaos polos berwarna abu-abu dan celana pendek.
Arhan menerima pakaian itu dan masuk ke kamar mandi. Suara air mengalir terdengar, sementara Zayan mengganti pakaiannya di dalam kamar.
Ketika Arhan keluar, wajahnya tampak lebih segar meski rambutnya masih sedikit basah.
“Thanks, ya, Zan. Baik banget lo,” ujar Arhan sambil menepuk bahu Zayan.
Zayan hanya tersenyum. “Santai aja. Teman kan memang harus saling bantu.”
Hujan yang deras terus berlanjut hingga akhirnya mulai reda sekitar satu jam kemudian.
Selama menunggu, mereka mengobrol tentang banyak hal, mulai dari tugas kuliah hingga hobi masing-masing. Zayan baru tahu bahwa Arhan ternyata sudah mengikuti karate sejak kecil.
“Nggak heran badan lo proporsional banget. Gue kira cuma genetik, ternyata lo rajin olahraga juga,” kata Zayan sambil terkekeh.
Arhan balas tertawa. “Nggak segitunya juga. Gue latihan sih buat jaga stamina. Lo sendiri kenapa nggak coba olahraga rutin?”
“Nggak sempat,” jawab Zayan sambil mengangkat bahu. “Banyak tugas. Tapi ngeliat lo, gue jadi kepikiran coba.”
Saat hujan benar-benar berhenti, Arhan pamit pulang. Pakaian basahnya dimasukkan ke dalam plastik hitam yang disiapkan Zayan.
“Hati-hati di jalan, Han. Kalau ada apa-apa, kabarin gue,” Zayan berpesan sebelum menutup pintu.
Namun, saat Zayan kembali ke kamar untuk membereskan barang-barang, matanya menangkap sesuatu yang tertinggal di balik pintu kamar mandi.
Sebuah celana dalam milik Arhan tergantung di sana, tampaknya lupa dibawa.
Zayan terkekeh pelan, lalu bergumam. “Ya ampun, Han. Sampai segitunya buru-buru pulang.”
Dia pun mengambilnya dan memutuskan untuk menyimpannya dulu.
Sejak kejadian itu, hubungan mereka semakin dekat. Berawal dari tugas kelompok, kini mereka lebih sering menghabiskan waktu bersama.
Zayan merasa bahwa Arhan adalah teman yang tulus, sementara Arhan merasa nyaman dengan kebaikan Zayan yang tak dibuat-buat.
Hujan yang membawa mereka berteduh di tempat yang sama kini menjadi kenangan yang mempererat persahabatan mereka.
Posting Komentar untuk "Semvakmu Tertinggal di Kosku"