Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

2. Perasaan Aldi Pada Jerome


Malam itu, di kamarnya, Aldi duduk bersandar di dinding sambil memandangi layar ponselnya. 

Chat terakhir dari Jerome terpampang jelas: 

“Aku nggak tahu gimana harus bilang ini, tapi aku rasa aku punya perasaan lebih ke kamu. Maaf kalau ini membuatmu nggak nyaman.”

Aldi membaca pesan itu berkali-kali. Perasaannya campur aduk. Di satu sisi, Jerome adalah sosok yang membuatnya nyaman, dewasa, dan perhatian. 

Di sisi lain, ada pacarnya di Jakarta, yang meski kekanak-kanakan, sudah menjadi bagian dari hidupnya sejak lama. Aldi merasa terjebak di antara dua dunia.

Sementara itu, di kamar kosnya, Jerome duduk di kursi kerja, menatap layar ponselnya yang tak kunjung menyala dengan balasan dari Aldi. 

Ia menggigit bibir, gelisah. 

“Kenapa aku bodoh sekali mengirim pesan itu?” gumamnya. 

Ia mulai menduga-duga, apakah Aldi merasa terganggu? Apakah ia kini memandang Jerome sebagai sesuatu yang aneh? 

Ia takut kehilangan hubungan yang sudah mereka bangun, bahkan jika hanya sebagai teman.

---

Aldi menutup matanya, mencoba mengumpulkan pikiran. Hubungan dengan pacarnya terasa semakin jauh. 

Mereka sering bertengkar karena hal-hal sepele. Pacarnya sering menuntut, jarang mendukung. 

Sedangkan ia teringat Jerome yang selalu mendukungnya dengan sabar, bahkan dalam kesibukan pekerjaan. 

Sosok Jerome seperti kakak laki-laki yang selama ini tak pernah ia miliki. Ia rindu dengan Jerome.

Namun, Aldi juga tak bisa memungkiri bahwa perhatian Jerome terasa berbeda. 

Ada sesuatu yang lebih, sesuatu yang membuatnya bingung. Apa yang sebenarnya ia rasakan? 

Apakah ia hanya nyaman? Atau ada sesuatu yang lebih dalam yang ia takut untuk akui?

Di sisi lain, Jerome tak henti-hentinya memandangi ponselnya. Setiap kali ada notifikasi, ia langsung meraihnya, hanya untuk kecewa saat mendapati itu bukan dari Aldi. 

Ia tahu pesan itu terlalu jujur, terlalu tiba-tiba. Tapi ia merasa perlu mengatakannya, meski risikonya kehilangan Aldi.

“Aku nggak seharusnya berharap. Dia pasti merasa aneh,” bisik Jerome pada dirinya sendiri. 

Ia mencoba memalingkan pikirannya dengan membaca buku, tetapi huruf-huruf di halaman terasa kabur. Pikirannya terus kembali pada Aldi.

---

Jam menunjukkan pukul 1 pagi. Aldi masih duduk diam, tak tahu harus membalas apa. 

Ia mengetik beberapa kata, lalu menghapusnya. Hatinya berat. Ia tak ingin menyakiti Jerome, tetapi ia juga tidak ingin memberikan harapan yang mungkin tak bisa ia penuhi. 

Namun, lebih dari itu, ia takut kehilangan Jerome—sosok yang sudah menjadi bagian penting dalam hari-harinya selama magang.

Dengan gemetar, Aldi akhirnya mengetik balasan singkat

 “Jerome, aku nggak tahu harus bilang apa. Tapi aku nggak marah. Kita bisa bicara soal ini nanti?” 

Ia menekan tombol kirim, lalu menatap layar dengan hati berdebar.

Di kamar lain, Jerome mendengar suara notifikasi. Ia meraih ponselnya dengan cepat, membaca pesan dari Aldi. 

Sebuah senyum kecil muncul di wajahnya. Ia tahu, pembicaraan ini tidak akan mudah. 

Tapi setidaknya, Aldi masih mau berbicara dengannya. Dan itu sudah cukup untuk malam ini.

B E R S A M B U N G


Posting Komentar untuk "2. Perasaan Aldi Pada Jerome"