5. Melepas Aldi
Pagi itu, matahari Bali menyelinap masuk melalui celah tirai kamar kos Jerome, membangunkan Aldi yang masih terlelap di ranjang kecil itu.
Jerome sudah bangun lebih dulu. Ia sibuk di depan laptopnya, memeriksa jadwal tamu untuk vila tempat ia bekerja.
Sebagai Guest Relations Manager, tugas Jerome tidak pernah benar-benar selesai.
Ia memastikan semua tamu mendapatkan pengalaman terbaik, mengelola reservasi, dan menangani komplain yang masuk.
Sambil mengetik balasan email dari salah satu tamu, Jerome melirik Aldi yang masih tertidur pulas.
Ada rasa hangat yang sulit ia jelaskan. Ia tahu, kebersamaan ini tidak akan berlangsung selamanya, tetapi ia berusaha menikmati setiap detiknya.
Aldi menggeliat pelan, lalu membuka matanya. Ia melihat Jerome dengan headset di telinganya, berbicara melalui video call.
“Maaf, Ibu, saya akan memastikan kamar Anda disiapkan dengan dekorasi khusus seperti permintaan Anda,” kata Jerome dengan nada profesional.
Saat melihat Aldi bangun, Jerome mengangkat tangannya memberi isyarat untuk menunggu.
Setelah panggilan selesai, Jerome tersenyum. “Udah bangun? Maaf ya, berisik.”
“Nggak apa-apa, Kak. Aku tahu kamu sibuk,” jawab Aldi sambil duduk di tepi tempat tidur.
Jerome menutup laptopnya dan melepaskan headset. “Pekerjaan nggak ada habisnya, tapi kalau ada kamu di sini, rasanya lebih ringan.”
Aldi tersenyum kecil. “Aku nggak tahu gimana kamu bisa ngurus tamu sebanyak itu, Kak. Vila yang kamu urus kan besar banget.”
Jerome mengangguk. “Ya, kerjaan kayak gini memang nggak gampang. Tapi aku suka. Aku suka ngeliat tamu senang, rasanya kayak semua usaha kita terbayar.”
---
Hari-hari berikutnya, Jerome tetap sibuk dengan pekerjaannya.
Aldi sering memperhatikan Jerome yang menghabiskan waktu di laptop, membalas email, menyusun laporan, atau menyiapkan briefing untuk staf vila.
Terkadang, Jerome harus pergi ke vila pagi-pagi untuk memastikan semuanya berjalan lancar—dari pengecekan kamar hingga menyambut tamu VIP.
Meski begitu, Jerome selalu menyempatkan diri untuk menghabiskan waktu dengan Aldi.
“Kak, kamu capek nggak sih kerja kayak gitu terus?” tanya Aldi suatu malam.
Jerome tertawa kecil. “Capek sih, Al. Tapi aku udah biasa. Kalau aku nggak sibuk, malah rasanya aneh.”
Aldi mengangguk, mulai memahami dedikasi Jerome pada pekerjaannya.
---
Di malam terakhir sebelum Aldi harus kembali ke Jakarta, mereka duduk di balkon kecil kos itu.
Suara jangkrik dan angin malam menemani percakapan mereka.
“Kak, aku pengen coba tinggal di Bali setelah ini. Aku mau kerja di sini. Aku rasa ini tempatku,” ujar Aldi tiba-tiba.
Jerome menoleh, tatapannya penuh kejutan dan harapan. “Kamu yakin? Bagaimana dengan pacarmu?”
Aldi menghela napas panjang.
“Hubungan itu udah nggak sehat, Kak. Aku sadar selama ini aku hanya bertahan karena rasa nggak enak. Tapi sekarang, aku ingin hidup untuk diriku sendiri.”
Jerome tidak bisa menyembunyikan senyumnya. Ia merasa lega, tapi lebih dari itu, ia merasa bangga pada Aldi.
“Aku senang dengar itu, Al. Aku yakin kamu bisa sukses di sini.”
Malam itu, mereka berbagi perasaan tanpa banyak kata.
Hanya dengan saling menatap, mereka tahu bahwa mereka telah menemukan tempat di hati masing-masing.
---
Pagi berikutnya, sebelum Aldi pergi, Jerome sempat menerima panggilan penting dari vila. Ia mengatur beberapa hal dengan cepat sambil memesan taksi online untuk mengantar Aldi ke bandara.
Mereka berjalan bersama hingga pintu keberangkatan, di mana Aldi berhenti dan menatap Jerome.
“Terima kasih, Kak. Untuk semuanya. Aku pasti balik lagi,” kata Aldi.
Jerome tersenyum, menepuk pundak Aldi. “Aku tunggu di sini, Al. Jangan lupa apa yang udah kita obrolin.”
Kali ini, perpisahan mereka terasa lebih ringan, karena ada janji yang akan membawa mereka kembali bertemu—di pulau yang sudah menjadi rumah bagi keduanya.
Posting Komentar untuk "5. Melepas Aldi"