6. Keputusan Aldi Meninggalkan Pacarnya
Setelah pulang ke Jakarta, Aldi duduk bersama kedua orang tuanya di ruang keluarga. Dengan hati-hati, ia menjelaskan rencananya untuk kembali ke Bali dan bekerja di sana.
Orang tuanya terdiam sejenak, saling menatap, sebelum akhirnya ayahnya angkat bicara.
“Kalau itu keputusanmu, Ayah dan Ibu nggak akan melarang. Yang penting kamu yakin ini yang terbaik buat masa depanmu,” kata ayahnya dengan nada tenang.
Aldi merasa lega. Dukungan dari keluarganya memberikan kekuatan tambahan untuk menjalani langkah besar ini.
Namun, ia tahu ada satu orang yang akan sulit menerima keputusannya—Arjun, pacarnya.
---
Beberapa hari kemudian, Aldi bertemu dengan Arjun di sebuah kafe kecil yang biasa mereka kunjungi.
Arjun datang dengan senyum ceria seperti biasa, tetapi senyumnya memudar ketika Aldi mulai menjelaskan keputusannya.
“Jun, aku mau ngomong sesuatu,” ucap Aldi, berusaha menjaga nada suaranya tetap tenang.
Arjun menatapnya dengan rasa penasaran. “Apa, Al? Kayaknya serius banget.”
Aldi menarik napas panjang. “Aku udah mutusin mau pindah ke Bali. Aku bakal kerja di sana.”
Ekspresi Arjun langsung berubah. Matanya membelalak, dan ia meletakkan cangkir kopinya dengan sedikit kasar.
“Apa? Kamu nggak bilang apa-apa soal ini sebelumnya. Terus gimana sama kita?”
Aldi menunduk, merasa berat untuk melanjutkan, tetapi ia tahu ini harus dilakukan.
“Jun, aku udah mikirin ini matang-matang. Aku nggak yakin hubungan kita bisa jalan terus kalau aku di Bali.”
“Jadi kamu mau ninggalin aku?” suara Arjun bergetar, mencampur marah dan sedih. “Aku nggak percaya kamu tega ngomong kayak gini.”
“Jun, aku nggak mau terus-terusan bikin kita saling nggak bahagia. Aku tahu kita sering berantem, dan aku rasa ini jalan terbaik buat kita berdua,” kata Aldi dengan hati-hati, meski suaranya bergetar.
Arjun berdiri dengan marah. “Kamu egois, Al! Kamu cuma mikirin diri kamu sendiri! Aku nggak bisa kehilangan kamu!”
Sebelum Aldi sempat merespons, Arjun mengayunkan tangannya dan menampar pipi Aldi dengan keras. Aldi terkejut, tetapi ia tidak membalas.
Arjun segera terisak, tangisannya pecah saat ia jatuh terduduk di kursinya.
“Aku nggak bisa, Al. Aku nggak bisa tanpamu. Aku cuma punya kamu,” isaknya di sela-sela tangis.
Aldi memegang pipinya yang terasa panas, tetapi ia tidak marah. Sebaliknya, ia merasa iba melihat Arjun yang begitu terpukul.
Aldi meraih tangan Arjun, menggenggamnya erat.
“Jun, aku tahu ini berat buat kamu. Tapi aku harus jujur sama perasaanku. Aku nggak mau kita terus terjebak di hubungan yang nggak sehat. Kamu akan baik-baik saja tanpa aku, aku yakin.”
Arjun menggelengkan kepala sambil menangis. “Aku nggak bisa, Al. Aku butuh kamu.”
Aldi menatapnya dengan penuh kasih, meski hatinya sendiri terasa berat. “Jun, kamu kuat.
Aku percaya kamu bisa. Ini bukan akhir buat kamu, tapi awal untuk sesuatu yang lebih baik.”
Mereka berdua duduk dalam diam setelah itu, hanya ditemani suara tangisan pelan dari Arjun.
Aldi tahu, ini adalah perpisahan yang akan meninggalkan luka, tetapi ia yakin ini adalah keputusan yang benar untuk keduanya.
---
Malam itu, setelah pertemuan emosional dengan Arjun, Aldi merasa beban di hatinya sedikit terangkat.
Ia tahu bahwa memutuskan hubungan ini adalah langkah besar, tetapi ia yakin ini adalah awal untuk menemukan kebahagiaan yang sejati—baik untuk dirinya sendiri maupun untuk Arjun.
Dengan hati yang kini lebih mantap, ia mempersiapkan diri untuk kembali ke Bali, tempat yang sudah dia anggap rumah kedua.
B E R S A M B U N G
Posting Komentar untuk "6. Keputusan Aldi Meninggalkan Pacarnya"