Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Di Balik Asap Malatily | Cerita Pelangi



Di sudut kota Kairo yang sunyi, berdiri sebuah bangunan tua dengan papan bertuliskan "Pemandian Malatily." 

Tempat itu adalah persinggahan bagi mereka yang mencari kebersihan fisik, namun sering kali keluar dengan beban batin yang lebih berat. 

Ahmad, seorang pemuda desa yang baru tiba di Kairo, memulai harinya di pemandian itu. 

Dengan tubuh kurus dan wajah penuh harap, ia bekerja membersihkan lantai dan menyiapkan air hangat untuk pelanggan.

Ahmad adalah pemuda polos, namun kota besar tidak ramah bagi kepolosan. 

Ia menyaksikan intrik, rahasia, dan sisi gelap manusia setiap hari di pemandian itu. 

Suatu hari, seorang pria bernama Raouf datang, membawa kehadiran yang berbeda. 

Raouf, dengan penampilannya yang halus dan suaranya yang lembut, menjadi pusat perhatian Ahmad, bukan karena Ahmad tertarik, tetapi karena ada sesuatu yang tidak ia mengerti dari pria itu.

"Namamu Ahmad, bukan?" tanya Raouf saat Ahmad menuangkan air hangat ke baskom kayu.

Ahmad mengangguk tanpa menatap langsung. "Ya, Tuan. Ada yang bisa kubantu?"

Raouf tersenyum kecil. "Tidak perlu memanggilku Tuan. Aku hanya Raouf."

Ahmad mengangguk lagi, tak ingin terlibat percakapan lebih jauh. Namun, Raouf berbeda. Ia sering datang, memesan ruangan yang sama, dan selalu mencari alasan untuk berbicara dengan Ahmad. 

Dalam percakapan mereka, Raouf mulai menceritakan hidupnya—kesepian, tekanan masyarakat, dan perjuangan menerima dirinya sendiri. 

Ahmad mendengarkan, tetapi dengan hati yang penuh kebingungan dan sedikit ketakutan.

Suatu malam, ketika pemandian hampir tutup, Raouf kembali. Ia duduk di salah satu ruangan kecil dengan lampu temaram. 

"Ahmad, duduklah," katanya dengan nada memohon.

Ahmad ragu, tetapi ia menuruti. "Ada apa, Tuan?" tanyanya pelan.

"Aku hanya ingin bicara. Kau tahu, aku lelah menyembunyikan siapa diriku. Dunia ini tidak memberi ruang bagi orang sepertiku. Aku lelah berjuang sendirian," kata Raouf, suaranya bergetar.

Ahmad terdiam. Ia tidak tahu harus berkata apa. Dunia yang digambarkan Raouf adalah dunia yang asing baginya. 

Ahmad hanya tahu kehidupan desa yang sederhana, di mana norma dan tradisi menjadi hukum tak tertulis.

"Tapi, aku tidak seperti itu, Raouf," jawab Ahmad, suaranya pelan tapi tegas.

Raouf menatapnya, matanya penuh luka. 

"Aku tahu. Aku tidak meminta kau menjadi seperti aku. Aku hanya ingin kau mengerti bahwa orang sepertiku ada, dan kami juga manusia."

Ahmad bangkit berdiri. "Aku mengerti, tapi aku tidak bisa memberimu apa yang kau cari."

Raouf mengangguk pelan, senyum kecil menghiasi wajahnya. 

"Aku hanya ingin kau tahu bahwa tidak semua orang sepertimu beruntung. Kau punya masa depan, Ahmad. Jangan biarkan kota ini menghancurkanmu seperti kota ini menghancurkanku."

Malam itu, Ahmad pulang dengan perasaan campur aduk. Ia merenungkan kata-kata Raouf. 

Meski ia tidak sepenuhnya memahami dunia Raouf, ia sadar bahwa ada sisi gelap kehidupan kota besar yang tidak pernah ia bayangkan.

Beberapa minggu kemudian, Raouf tidak pernah kembali ke pemandian. 

Ahmad mendengar kabar bahwa Raouf ditemukan tak bernyawa di apartemennya. 

Kota ini telah menghapus jejaknya seperti angin meniup debu di jalanan Kairo.

Ahmad melanjutkan hidupnya, tetapi kenangan akan Raouf tetap hidup di benaknya. 

Ia belajar bahwa setiap orang memiliki perjuangan masing-masing, dan kota besar seperti Kairo adalah tempat di mana impian dan kenyataan sering kali berbenturan dengan keras. 

Pemandian Malatily tetap berdiri, menjadi saksi bisu dari berbagai cerita kehidupan, termasuk kisah singkat Ahmad dan Raouf.

Posting Komentar untuk "Di Balik Asap Malatily | Cerita Pelangi"