Lelaki Tampan di Kedai Pangsit Melayu | BL Story Indonesia
di bawah langit senja yang berwarna jingga, kedai pangsit melayu di pinggir jalan mulai dipenuhi aroma kuah rempah yang khas.
suasananya hangat meski sederhana. rak-rak kayu yang mulai usang dan lampu neon yang berkedip samar memberikan nuansa klasik yang memikat.
meja nomor tiga, yang biasanya ditempati seorang pelanggan setia, kosong.
seorang pelayan muda bernama fadhil berdiri di balik meja kasir, matanya sesekali melirik ke pintu, seolah menunggu sesuatu yang tak kunjung tiba.
fadhil tahu betul siapa yang ia tunggu—seorang pria bernama azril.
setiap senin, rabu, dan jumat, azril selalu datang di jam yang sama, mengenakan tank top olahraga yang memperlihatkan tubuh atletisnya.
bahunya yang lebar, lengan yang kekar, dan dada bidangnya selalu memancarkan aura percaya diri.
rambut hitamnya yang basah akibat keringat selepas gym menambah kesan santai namun menarik.
azril adalah pelanggan tetap yang sederhana namun mencolok di mata fadhil.
meski hanya sebatas penjual dan pembeli, fadhil merasa ada koneksi aneh di antara mereka.
setiap kali azril datang, mereka selalu bertukar sapaan kecil.
"pesan biasa, ya, bang?" tanya fadhil dengan suara pelan namun hangat.
azril selalu menjawab dengan senyum tipis, "iya, pangsit ayam pedas, kayak biasa."
bagi fadhil, senyum itu adalah highlight dari harinya. meskipun ia tahu, dunia mereka begitu berbeda.
azril tampak seperti pria mapan yang sering bergaul di kelas atas, sementara dirinya hanyalah seorang pelayan di kedai sederhana.
namun, dalam momen singkat itu, fadhil merasa nyaman. ia tahu, mungkin azril tak pernah memandangnya lebih dari sekadar pelayan, tetapi kehadirannya memberikan warna dalam rutinitas yang monoton.
namun, tiga minggu terakhir, azril tak lagi datang. meja nomor tiga tetap kosong di setiap senin, rabu, dan jumat.
fadhil mencoba mengusir rasa gelisah yang perlahan-lahan tumbuh dalam hatinya.
ia tak berani bertanya pada siapapun tentang keberadaan azril. mungkin pria itu sibuk, mungkin sedang berlibur, atau mungkin—dan ini adalah kemungkinan yang paling menakutkan bagi fadhil—azril tak akan kembali lagi.
sore itu, ketika matahari mulai tenggelam, bel pintu kedai berbunyi. fadhil yang tengah membersihkan meja sontak menoleh.
hatinya berdegup kencang. langkah berat yang ia kenal itu terdengar lagi, dan di depan pintu berdiri azril, dengan senyum yang tak pernah ia lupakan.
“fadhil, apa kabar? lama nggak ke sini,” sapa azril sambil berjalan ke meja nomor tiga dan duduk seperti biasa.
fadhil tergagap, namun buru-buru menyembunyikan perasaannya.
“baik, bang. abang ke mana aja? udah lama nggak kelihatan,” tanyanya sambil mencoba terdengar santai.
azril menghela napas, senyumnya melebar.
“ada urusan keluarga di luar kota. banyak yang harus diberesin, makanya baru sempat mampir sekarang.”
fadhil mengangguk, merasa lega meski tak ia tunjukkan. ia mencatat pesanan azril, yang tetap sama—pangsit ayam pedas.
namun, ada sesuatu yang berbeda sore itu. setelah selesai makan, azril tidak langsung pergi seperti biasanya. ia mengobrol lebih lama, membicarakan hal-hal ringan seperti cuaca, gym, dan makanan favoritnya.
“fadhil,” azril tiba-tiba berkata, “lu udah lama kerja di sini?”
fadhil mengangguk pelan. “udah dua tahun, bang. kenapa?”
“gue suka suasana tempat ini. sederhana tapi nyaman. mungkin itu karena ada lu juga yang bikin suasana jadi lebih hidup,” jawab azril dengan senyum tipis.
fadhil tertegun, tak percaya mendengar kata-kata itu.
percakapan mereka sore itu lebih panjang dari biasanya. azril bahkan menawarkan untuk mentraktir fadhil makan di kedai itu suatu hari nanti.
“anggap aja ucapan terima kasih karena lu selalu ramah sama gue,” ujarnya santai.
fadhil hanya bisa tersenyum kecil, menahan rasa bahagia yang sulit ia sembunyikan.
ketika azril akhirnya pergi, fadhil merasa ada sesuatu yang berbeda.
bukan hanya rasa lega karena pria itu kembali, tetapi juga harapan kecil yang tumbuh di hatinya.
meskipun ia tahu, dunia mereka masih berbeda, percakapan tadi memberinya keberanian untuk berharap.
di bawah langit yang kini mulai gelap, fadhil berdiri di balik meja kasir, menatap meja nomor tiga yang kini terasa lebih hidup dari sebelumnya.
ia tahu, perjalanan masih panjang, tetapi ia juga tahu, terkadang, kebahagiaan bisa datang dari hal-hal sederhana.
dan untuk fadhil, kebahagiaan itu adalah setiap momen bersama azril, meski hanya di kedai pangsit kecil di sudut jalan.
Posting Komentar untuk "Lelaki Tampan di Kedai Pangsit Melayu | BL Story Indonesia"