Roti Abil | Cerita Pelangi
Abil, seorang pemuda berusia 27 tahun, menatap toko roti peninggalan neneknya dengan perasaan campur aduk.
Toko kecil dengan papan kayu bertuliskan "MBOK DE" itu terlihat kumuh, catnya mengelupas, dan aroma roti khas yang dulu selalu tercium kini digantikan bau debu.
Kenangan masa kecilnya di toko ini begitu hidup—neneknya tersenyum hangat sambil menyiapkan roti lembut dengan isian pisang karamel, resep yang hanya diwariskan padanya.
Abil, yang selama ini bekerja sebagai programmer di sebuah perusahaan teknologi, akhirnya mengambil keputusan besar: ia mengundurkan diri demi mewujudkan mimpinya menghidupkan kembali toko roti ini.
Dia tahu keputusannya tidak akan didukung banyak orang, tetapi cintanya pada warisan neneknya lebih besar dari apa pun.
Tabungan Abil cukup untuk memulai renovasi sederhana. Ia mengecat ulang dinding dengan warna krem lembut, mengganti jendela kaca besar untuk membiarkan cahaya matahari masuk, dan mengatur rak kayu tempat roti akan dipajang.
Gaya lawas toko dipertahankan, dengan sentuhan modern berupa meja dan kursi kayu untuk pengunjung yang ingin menikmati kopi dan roti di tempat.
Namun, masalah segera muncul. Tabungannya menipis sebelum renovasi selesai. Di saat itu, saudara iparnya, Jhoe, menawarkan bantuan.
Jhoe, yang awalnya hanya berniat menanam modal, mulai sering datang untuk membantu.
Mereka bersama-sama menyiapkan toko hingga larut malam, mengangkat meja, merapikan dapur, dan bahkan mencoba membuat roti khas nenek bersama.
Resep warisan nenek Abil sederhana, tetapi memerlukan kesabaran.
Adonan roti dibuat dengan metode sponge and dough, di mana adonan biang harus difermentasi selama empat jam sebelum dicampur dengan bahan lain.
Isian pisang karamel dibuat dari pisang lokal yang dimasak perlahan dengan gula aren hingga teksturnya lembut dan aromanya wangi.
Setiap roti dibentuk dengan tangan, lalu dipanggang dalam oven kayu asli peninggalan nenek.
Toko itu akhirnya dibuka kembali dengan konsep kafe. Roti pisang karamel menjadi menu andalan, ditemani kopi hitam khas yang diseduh dengan metode tubruk.
Pelanggan mulai berdatangan, dan toko MBOK DE perlahan mendapatkan namanya kembali.
Jhoe, yang awalnya hanya membantu sebagai saudara ipar, semakin sering menghabiskan waktu di sana.
Dia bahkan rela menginap di toko setiap akhir pekan, berbagi kasur kecil dengan Abil di ruang belakang.
Mereka sering berbincang hingga larut malam, berbagi mimpi dan harapan.
Jhoe, yang mulai jatuh hati pada Abil, merasa semakin sulit menahan perasaannya.
Suatu malam, ketika hujan mengguyur deras, mereka berbicara di atas kasur.
Abil, yang lelah setelah seharian bekerja, tampak lebih rileks dari biasanya.
Mereka tertawa bersama, saling menggoda, hingga tiba-tiba suasana berubah.
Jhoe, yang tak lagi mampu menyembunyikan perasaannya, mendekat dan menciumnya.
Abil terkejut, tetapi tak menghindar. Malam itu, ciuman itu terasa sebagai bentuk dukungan, pengakuan, dan kehangatan.
Mereka saling menikmatinya, Abil yang lebih kecil postur tubuhnya tenggelam dalam pelukan Jhoe yang melingkari pinggangnya.
Namun, keesokan harinya, segalanya berubah. Abil menjadi lebih canggung.
Dia mulai menjaga jarak, merasa bingung dengan perasaannya sendiri.
Jhoe, yang sebelumnya selalu percaya diri, merasa ditolak. Hubungan mereka yang dulu penuh semangat dan kerja sama mulai renggang.
Toko MBOK DE tetap berjalan, tetapi suasana di dalamnya berbeda.
Mereka bekerja bersama, tetapi jarang berbicara kecuali tentang pekerjaan.
Jhoe mempertimbangkan untuk menjauh, sementara Abil mulai merasa bersalah atas apa yang terjadi.
Malam itu, di meja kecil di tengah toko, Abil memecah kesunyian.
"Jhoe, aku tidak tahu apa yang aku rasakan waktu itu, tapi aku tidak ingin kehilangan kamu. Bukan hanya untuk toko ini, tapi... untuk semuanya."
Jhoe menatapnya, matanya penuh emosi.
"Aku juga tidak ingin kehilangan kamu, Abil. Tapi aku butuh tahu apa yang sebenarnya kamu mau."
Abil terdiam, lalu tersenyum samar.
"Aku mau kamu tetap di sini, di MBOK DE, bersamaku. Bukan hanya untuk rotinya, tapi untuk kita."
Percakapan itu menjadi awal baru bagi mereka. Mereka memutuskan untuk jujur satu sama lain, membangun kembali hubungan yang sempat retak.
Toko MBOK DE, dengan roti pisang karamel khasnya, terus menjadi saksi perjalanan mereka—baik sebagai mitra bisnis maupun dua orang yang berusaha menemukan cinta di tengah adonan roti dan mimpi masa depan.
Posting Komentar untuk "Roti Abil | Cerita Pelangi"