Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sepertinya Aku Menyukainya | BL Story Indonesia



Hari pertama di sekolah baru selalu penuh tantangan. Alen melangkah masuk ke kelas 11 IPA 3 dengan sedikit ragu. 

Matanya menyapu ruangan, mencari tempat duduk yang kosong. 

Kelas itu sederhana, dengan dinding krem yang dihiasi beberapa poster motivasi bertuliskan, “Belajar hari ini, sukses esok hari!” 

Jendela besar di satu sisi ruangan memancarkan sinar matahari pagi, membuat suasana terasa hangat. 

Meja dan kursi berderet rapi, masing-masing diduduki dua orang. Saat Alen berjalan ke belakang kelas, seorang siswa menyapa dengan senyum ramah.

“Eh, kamu anak baru, ya? Duduk di sini aja!” ucapnya. Nametag di seragamnya bertuliskan Raga.

Alen mengangguk pelan. “Iya, aku Alen. Baru pindah dari Bandung.”

“Aku Raga. Welcome, semoga betah ya,” katanya sambil menjabat tangan Alen.

Sejak saat itu, keduanya sering berbincang di sela-sela pelajaran. 

Raga yang ceria dan ramah membuat Alen merasa lebih cepat beradaptasi. Mereka berbicara tentang banyak hal—hobi, musik favorit, hingga makanan kesukaan. 

Dalam waktu singkat, mereka menjadi teman sebangku yang akrab.

Suatu hari, Raga mengundang Alen ke rumahnya. Kamar Raga adalah cerminan dari kepribadiannya—ceria namun sederhana. 

Dinding kremnya penuh poster band rock seperti Coldplay dan Arctic Monkeys. 

Ada rak kecil penuh buku pelajaran bercampur novel fiksi, serta gitar akustik bersandar di sudut ruangan. 

Malam itu, Alen menginap untuk pertama kalinya di rumah Raga. Mereka berbincang hingga larut malam, berbagi cerita tentang keluarga, mimpi, dan pengalaman masa kecil.

“Aku nggak terlalu jago main gitar,” kata Raga sambil memetik senar gitar dengan nada seadanya. “Tapi aku suka aja nyoba-nyoba.”

Alen tertawa kecil. “Setidaknya kamu bisa main. Aku bahkan nggak pernah pegang gitar.”

Setelah itu, giliran Raga yang menginap di rumah Alen. 

Kamar Alen lebih minimalis, dengan dinding putih polos dan selimut biru laut yang terlipat rapi. 

Foto-foto keluarga terpasang di meja belajar, memberi kesan hangat. 

Meski berbeda, mereka merasa nyaman di dunia masing-masing, saling melengkapi sebagai sahabat.

Namun, kedekatan itu mulai diuji saat sekolah mengadakan perjalanan ke pantai. 

Semua murid tampak antusias, termasuk Raga. Ketika tiba di pantai, Alen berharap Raga akan menghabiskan waktu bersamanya, seperti biasa. 

Namun, Raga justru terlihat lebih dekat dengan salah satu teman mereka, Adit. 

Mereka bahkan pergi berkeliling pantai berboncengan motor, meninggalkan Alen yang duduk sendirian di bawah pohon kelapa.

Saat malam tiba, Alen tak lagi bisa menahan rasa kecewanya. Mereka duduk di pinggir pantai, ditemani debur ombak yang seolah menyuarakan hati Alen.

“Rag, kenapa sih kamu nggak ajak aku jalan bareng tadi?” tanya Alen tiba-tiba.

Raga mengerutkan kening. “Loh, kenapa? Kan kamu tetap bisa have fun sama yang lain.”

“Tapi aku nggak sama yang lain, Rag. Aku maunya sama kamu,” jawab Alen dengan suara sedikit gemetar.

Raga terdiam. Ia tak pernah membayangkan bahwa Alen akan berkata seperti itu. 

Namun, ia masih belum paham maksud sebenarnya dari perkataan Alen.

Hari-hari setelah perjalanan itu menjadi semakin rumit. Alen tak lagi mampu menyembunyikan perasaannya. 

Hingga suatu malam, ketika mereka mengobrol di kamar Alen, semuanya terungkap.

“Rag, aku suka sama kamu... lebih dari sekadar teman,” ujar Alen dengan suara lirih, namun cukup jelas.

Raga terdiam. Wajahnya berubah canggung. Ia menatap Alen dengan ekspresi campur aduk antara terkejut dan tidak tahu harus berkata apa.

“Alen, aku nggak tahu harus bilang apa... Kita sama-sama cowok, kamu gay?”

"Gak tau, aku ingin kita melakukan hal lebih, rasa nyaman ini beda."

"Aku gak bisa Alen, jangan aneh-aneh, kita sesama cowok!"

Kalimat itu terasa seperti pisau yang menghujam hati Alen. Ia tahu Raga tak bisa memaksa perasaannya, tapi mendengar penolakan itu tetap menyakitkan. 

Sejak malam itu, Raga mulai menjaga jarak. Di kelas, meskipun mereka masih duduk sebangku, percakapan mereka tidak lagi sehangat dulu. 

Alen merindukan tawa Raga, obrolan ringan mereka, dan kebersamaan yang kini terasa jauh.

Alen tahu bahwa perasaan ini mungkin tak akan pernah terbalas. 

Tapi ia juga sadar, menjadi sahabat Raga adalah hal terbaik yang pernah terjadi padanya. 

Meski kini hubungan mereka tak lagi sama, kenangan tentang mereka akan selalu tersimpan di hati Alen, menjadi cerita indah sekaligus pelajaran tentang cinta yang tak selalu harus memiliki.

Posting Komentar untuk "Sepertinya Aku Menyukainya | BL Story Indonesia"